AMBIL PERAN UNTUK SELAMATKAN ALAM & MANUSIA PAPUA

 AMBIL PERAN UNTUK SELAMATKAN ALAM & MANUSIA PAPUA 

Dok Ilustrasi 

Keadaan Bumi saat ini terbilang cukup memprihatikan. Bumi mulai mengalami proses penurunan kualitas dan terdapat indikasi kehabisan sumber daya alam yang dibutuhkan manusia. Rakyat Inisiator, mari berpartisipasi selamatkan bumi untuk masa depan regenerasi bangsa west Papua.

 

Rakyat Papua berjuang untuk selamatkan tanah, hutan laut, sumber daya alam dan manusia. Perusahaan ilegal loging, Perusahaan kelapa sawit investasi asing di papua tolak. 

Pembangunan insprastruktur, pemekaran dan semua kebijakan hanya merusak lingkungan alam karena kepentingan investor imperialisme dan dalangnya adalah kolonialisme untuk mencuri sumber daya alam beserta sumberdaya manusia nya.

Catatan penting bagi rakyat Papua bahwasanya, kehadiran kolonialisme Indonesia bukanlah untuk niat baik demi keselamatan sumber daya manusianya, melainkan untuk mengkuras sumber daya alam yang berlimpah dari tanah Papua. Buktinya imperialisme mengurasi alam Papua seperti Pt Freeport di Timika, minyak kas di Sorong sedangkan kolonialisme Indonesia mengkuras alam Papua seperti kelapa sawit di Merauke,kelapa sawit di Sorong, kelapa sawit di Bintuni,  dan beserta hutan Papua.

Penolakan otonomi khusus jilid II dan Pemekaran daerah otonom baru (DOB) oleh rakyat Papua melalui 122 organisasi yang tergabung dalam Petisi Rakyat Papua PRP tidak didengar oleh Jakrta dan memaksakan kehendak untuk kepentingan ekonomi dan politik kekuasaan di Papua. Pengesahan otonomi khusus oleh jakarta secara sepihak tanpa melibatkan rakyat Papua bertujuan untuk menghapus semua kewenangan pemerintah Provinsi dan MRP melalui undang-undang otonomi khusus (Otsus) tahun 2001, yang mana UU No.21 tahun 2001 menjadi menghambat realisasi undang-undang cipta kerja atau Omnibus Law No. 11 Tahun 2020 terlabih khusus untuk Investasi dan Eksploitasi sumber daya alam di West Papua. Sehingga Otsus jilid II diloloskan melalui DPR RI, agar RUU DOB 3 Provinsi dapat membuka akses investasi di papua 


General Egianus Kogoya Membantah 2 orang Warga sipil yang ditembak oleh TNI adalah bukan anggotaTPNPB dan 9 point tuntutan.

General Egianus Kogoya Membantah 2 orang Warga sipil yang ditembak oleh TNI adalah bukan anggotaTPNPB dan 9 point tuntutan.

Hari ini tanggal 22 Juli 2020

TENTARA PEMBEBASAN NASIONAL ORGANISASI PAPUA MERDEKA TPNPB-OPM KODAP III NDUGAMA.

Membantah Dengan Keras Berita terkait Pembunuhan  2 Orang Pengungsi Warga Sipil asal Distrik Kagayem yang di Bunu oleh Pasukan TNI-POLRI di ibu kota kabupaten Nduga Distrik Keneyam pada tanggal 18 Juli lalu.

Kami Pimpinan TPNPB-OPM  serta seluruh Pasukan Kodap Menjikapi Beberapa  Media Online yang sedang simpang siur terkait Pembunuhan Elias Karunggu dan Selu Karunggu.

Sebagai berikut :

1.  Kami Pimpinan TPNPB-OPM Kodap III Ndugama di bawa Pimpinan Panglima Brijen Egianus Kogeya dan Komadan Operasih Kodap III Ndugama Pemne Kogeya 100% menolak  dengan tegas Tunduhan Aparat Militer KOLONIAL Indonesia bahwa Elias Karunggu dan Selalu Karunggu adalah  Anggota Pasukan TPNPB-OPM Pimpinan Egianus Kogeya itu sama sekali tidak benar .

2. Elias Karunggu dan Sellu Karunggu adalah Warga Sipil Murni dan Tidak ada hubungan Komunikasi maupun beraktivitas langsung Dengan Pasukan TPNPB-OPM .

3. Saya Egianus Kogeya selaku Panglima TPNPB_OPM  Kodap  Sangat Menolak atas rekayasa Aparat TNI yang menunjukkan Sebagai barang bukti berupa Piltol dan Amunisi lainya bahwa milik Elias Karunggu dan Sellu Karunggu adalah Pembohongan Negara Indonesia  terhadap Rakyat Papua Ndugama dan Kepada Dunia internasional.

4.Pemerintah Indonesia melalui TNI-POLRI mengatakan Bahwa Bapak Bupati Nduga Mengakui Elias Karunggu dan Sellu Karunggu adalah Anggota Pasukan TPNPB-OPM Kodap III Ndugama Pimpinan Brijen Egianus Kogeya adalah Pembohongan yang luarbiasa oleh Aparat TNI-Polri Menutupi kesalahan Fatal tersebut.
Karena Elias Karunggu dan Sellu Karunggu adalah Keluarga dekat dengan  Bapak Sekda kabupaten Nduga Namia Gwijangge dan  semua Rakyat Ndugama tau Elias Karunggu dan Sellu adalah Warga Sipil biasa.tidak ada hubungan sedikitpun dengan Pasukan TPNPB-OPM.

5.Elias Karunggu bersama anak nya di Bunu Karena Bapak Elias menggunakan Koteka  dan tidak tahu bahasa Indonesia Pada saat pemeriksaan Almarhum Elias Karunggu karena tidak tahu bahasa Indonesia dalam Kebingungan membuat Aparat TNI langsung Menembak Mati.

6.Pemerintah Indonesia melalui TNI-POLRI memaksakan diri Warga Sipil biasa yang di Bunu lalu mengakui bahwa Membunu Pasukan TPNPB-OPM adalah KE GAGALAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DI MATa TUHAN ALLAH YANG HIDUP.

7 .Kami pimpinan dan Pasukan serta seluruh Rakyat Ndugama akar rambut Meminta Presiden Republik Indonesia segera Lepaskan Papua barat Merdeka sendiri.

8. Kami Pimpinan dan Pasukan TPNPB-OPM Kodap III Ndugama Minta  Badan kemanusiaan dan perdamaian PBB Segerah turun ke Tanah Papua  melihat Pemerintah Indonesia sudah salah melanggar hukum Internasional terkait Perang melawan Pasukan TPNPB-OPM.

9. Kepada PBB dan Rakyat Internasional bahwa Pemerintah Indonesia melalui militernya TNI_POLRI Membantai Warga Sipil biasa seperti binatang  jika Kami pimpinan dan Pasukan TPNPB-OPM meminta  PBB segera mengakui Kekerasan kriminal perang di Tanah Papua Ndugama dan memberikan Peringatan international kepada Indonesia.

10. Kami Pimpinan dan Pasukan TPNPB-OPM Kodap III Ndugama Menyampaikan 9 Poin di atas dengan sesungguhnya atas nama Allah dan Rakyat Papua barat.

Pernyataan ini di Keluarkan di Markas ALGURU Ndugama Papua.

AlGuru 22 Juli 2020.
Penanggung jawab Perang TPNPB-OPM Kodap III Ndugama.

Brigadir Jenderal EGIANUS KOGEYA
==================
Panglima Kodap.

PEMNE KOGEYA
===============
Komandan Operasih
Kodap.

Awak Media TheTPNPBNews .

PROSES LAHIRNYA OTSUS PAPUA


Otsus bukanlah niat baik pemerintah Indonesia membangun Papua.


Runtuhnya rezim Soeharto 1998 membuka cakrawala demokrasi bagi rakyat Papua yang selama 32 tahun tak pernah menyuarakan kekejaman NKRI.

26 Februari 1999, Tim 100 dari berbagai komponen dan elemen di Papua bertemu Presiden Habibie dalam dialog nasional. Habibie merespon aspirasi merdeka rakyat Papua dengan mengatakan pulang dan renungkan.

Dalam perenungan rakyat Papua mengadakan Mubes dan Kongres Rakyat Papua pada tahun 2000.

Jakarta tak mampu menjawab tuntutan merdeka orang Papua sebab menurut mereka tuntutan itu berat. Sehingga Jakarta memaksakan jalan tengah dengan memberikan Otonomi Khusus

Sebelum Megawati menandatangani lahirnya UU Otsus, Pemimpin besar Bangsa Papua, Theys Eluay dibunuh Komando Pasukan Khusus (Kopassus) Indonesia pada 10 November 2001 sebagai tumbal agar Otsus harus di berikan bagi orang Papua suka atau tidak suka. Presedium Dewan Papua sebagai Organisasi Politik yg ditunjuk untuk membawa aspirasi merdeka bangsa Papua mulai surut pasca kematian Theys sebagai pemimpin bangsa. 11 hari setelah kematian Theys, 21 November 2001, Megawati menandatangani UU No.21 Tahun 2001 setelah sebelumnya memanggil Gubernur Papua, J.P.Solossa membentuk Tim Asistensi untuk merumuskan draf UU Otsus Papua yg diketuai oleh Ir.Frans Wospakrik.

Sekitar 14 draf UU Otsus Papua ditawarkan oleh Tim Asistensi kepada Jakarta tetapi hingga draf ke 14 lah yang di terima setelah sebelumnya mengalami perdebatan alot di DPR RI sebab isi UU Otsus Papua masih dianggap berbau separatis.

Jadi sekali lagi, Otsus Papua bukanlah goodwill/niat baik Pemerintah Indonesia membangun orang Papua melainkan Otsus adalah kebijakan politik dalam menjawab aspirasi merdeka orang Papua. Otsus juga adalah bentuk konstitusional Pemerintah Indonesia untuk melegitimasi kedudukan ilegalnya diatas Tanah Papua. Otsus lahir diatas darah orang Papua. Pd prinsipnya, UU 21 Tahun 2001 adalah UU penuh darah.

Sumber:https://free.facebook.com/sonamappa.westpapua?__tn__=C-R

PENOLAKAN PEMBANGUNAN KODIM DI DISTRIK GOME KABUPATEN PUNCAK OLEH IKATAN PELAJAR DAN MAHASISWA PUNCAK (IPMAP) KOORDINATOR WILAYAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA-SOLO


Melihat Situasi perkembangan masyarakat Puncak Distrik Gome belakangan ini,  masyarakat diperadapkan dengan rencana Pembangunan Komando Daerah Militer (KODIM) di Distrik Gome.
Pembangunan Kodim merupakan salah-satu langkah pemeritah daerah untuk mendorong kehadiran institusi Tentara Nasional Indonesia (TNI) di Kabupaten Puncak  dengan alasan keamanan dan wilayah konflik untuk menghadirkan markas TNI tersebut di distrik Gome Kabupaten Puncak. Namun kami mahasiswa puncak menilai kehadiran institusi TNI ini tidak dibutuhkan oleh masyarakat Puncak dan bisa melahirkan berbagai spekulasi di tengah Masyarakat Kabupaten Puncak.
Tanah rencana mendirikan bangunan KODIM merupakan tanah adat (komunal) sehingga oknum-oknum tidak bisa mengatasnamakan dan mengklaim sebagai tanahnya sendiri karena status tanah  adat (komunal) merupakan tanah milik bersama masyarakat gome, sebagai tanah yang diwariskan oleh nenek moyang turun-temurun untuk hidup diatas tanah itu sampai dengan generasi akan datang.

Di sisi lain kami Mahasiswa Puncak melihat pembangunan KODIM tersebut terlalu dini di Kabupaten Puncak sementara rakyat di Kabupaten Puncak belum siap menerima kehadiran institusi TNI tersebut. Sehingga pembangunan KODIM Kabupaten Puncak Distrik Gome tersebut justru akan memicu konflik sosial di antara masyarakat, Karena perijinan pembangunan belum ada musyawarah atau mufakat masyararakat adat bersama Semua stakeholder Kabupaten Puncak, terutama hak wilayat. Dan juga proses perijinan dan penyerahan tanah rencana pembangunan KODIM tersebut dilakukan oleh sebagian oknum mengatasnamakan suku, marga pemilik tanah bersama intervensi Pemerintah Daerah tanpa diketahui masyarakat adat mayoritas yang juga pemilik tanah tersebut atas kepentingan oknum semata. hal ini bisa berdampak buruk  pada gesekan sosial, sebab ada pro dan kontra Pembagunan KODIM Distrik Gome Kabupaten Puncak.


Seperti yang terjadi di beberapa Daerah di Papua salah-satunya rencana pembangunan kodim di Distrik Mokoni Kabupaten Lanny Jaya dan Sementara masayarakat wilayah tersebut tidak mengetahui atas pembangunan tersebut karena belum ada musyawarah bersama toko- toko masyarakat adat. Hal ini perlu diketahui bahwa seluruh Tanah di atas tanah Papua merupakan tanah adat (komunal).

Salah satunya Kabupaten Puncak Distrik Gome adalah wilayah dimana akan membangun KODIM tersebut beberapa suku mempunyai hak atas tanah itu diantaranya Lani, Loma didalamnya marga-marga Murib Tabuni, Wakerkwa Magai dan Wakerkwa Kogoya. sehingga tidak bisa menklaim satu marga saja yang mempunpunyai hak atas tanah.
Adapun Pembangunan KODIM Kabupaten Puncak Distrik Gome belum tepat untuk mem bangun di wilayah tersebut. Karena kami menilai kehadiran KODIM akan berdampak buruk bagi masyarakat seperti kehilangan Tanah, tempat mereka berkebun dan hak  generasi penerusnya akan hilang dari tanahnya sendiri.



Sehingga merlihat proses pembangunan tersebut kami dari Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Puncak kota studi Yogyakarta menilai belum ada kesepakatan ataupun musyawarah semua stakeholder Kabupaten Puncak Distrik Gome, atas pembangunan Kodim itu sendiri, hanya dilakukan sepihak mengatasnamakan beberapa suku tersebut. Kemudian kami menduga terjadi suap menyuap dilakukan oleh pemerintah daerah kepada oknum. Maka hal ini bisa memicu konflik horizontal sesama masyarakat puncak.


Melihat dinamika proses pembangunan kodim tersebut sangat merugikan masyarakat puncak pada umunya, khususnya masyarakat distrik gome maka kami Ikatan pelajar dan mahasiswa Asal kabupaten puncak mengambil sikap dan menuntut kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Puncak, Pemerintah Provinsi Papua, DPRD Kabupaten Puncak, DPRP MRP Kapolda Pandam Cendrawasih bersama semua SKPD Kabupaten Puncak. Untuk tinjau kembali atas pembangunan Kodim Kabupaten Puncak Distrik Gome.

Dengan ini kami ikatan pelajar dan mahasiswa puncak tuntutan kepada pemerintah daerah kabupaen puncak  sebagi berikut:
  1. Tolak pembangunan kodim kabupaten puncak distrik gome
  2.  Tarik militer nonorganik dari kabupaten puncak
  3.  Pemerintah puncak berhenti intervensi kepada masyarakat puncak untuk pelepasan tanah adat
  4. Oknum-oknum berhenti mengatasnamakan masyarakat distrik gome untuk membangun kodim
  5. Pemerintah kabupaten puncak dan oknum-oknum bertanggung jawab jika dikemudian hari memicu konflik atas tanah adat ini.
  6. Status tanah distrik gome dan seluruh wilayah kabupaten puncak merupakan tanah adat (komunal) sehingga pemerintah mengambil kebijakan harus melibatkan masyarakat adat sebagai pemilik.
  7.  Pemerintah segera melakukan audiens dengan semua stakeholder di distrik gome kabupaten puncak
  8. Tolak semua pembangunan KODIM di seluruh wilayah adat lapago


Demikian pernyatahan sikap kami tanpa interpensi dari pihak manapun.

Di keluarkan Yogyakarta, 20 juli 2020

Ikatan pelajar dan mahasiswa puncak
Coordinator wilayah Yogyakarta-solo



 nonton juga videonya: https://youtu.be/CbLahfkaohY

Amerika Membara dan Rasisme Sistemik

Amerika Membara dan Rasisme Sistemik: Gelombang protes dan kerusuhan di kota-kota besar Amerika sudah berlangsung enam hari. Kematian George Flyod, seorang warga kulit hitam di Minneapolis oleh polisi  yang menjadi pemicunya. Dia mati tercekik.

Kematian George Flyod mengulangi kematian Eric Garner pada tahun 2014 di New York. Garner meninggal karena sebab yang sama, polisi mencekiknya hingga dia kehilangan nyawa.

Kematian Eric Garner ini menyusul kematian seorang pemuda remaja Trayvon Martin yang meninggal ditembak seorang vigilante kulit putih. Martin yang berjalan pulang dari berbelanja dicegat di jalan. Dia dibunuh karena kulitnya yang hitam dan karena mengenakan jaket berkerudung (hoodie).

Rasisme sangat kuat melekat dalam politik Amerika. Bahkan ada yang mengatakan bahwa rasisme adalah 'dosa asal' Amerika. Negara ini memang didirikan diatas dasar bahwa semua manusia diciptakan sama (all men created equal). Itu tercermin dalam Proklamasi Kemerdekaan (Decralation of Independence) Amerika. Namun, pada saat diproklamirkan, 'men' ini tidak ditafsirkan mencakup orang-orang berkulit hitam yang pada saat itu diperdagangkan sebagai budak.

Perbudakan menjadi bagian sejarah terpenting Amerika. Perlu ada Perang Saudara (Civil War) yang berlangsung selama lima tahun (1861-65) untuk melarang perbudakan. Namun perbudakan itu tidak hilang.

Di bagian selatan Amerika, pemisahan berdasarkan ras (segregation) masih berlangsung hingga tahun 1964 saat diundangkan Civil Rights Act. Undang-undang ini melarang diskriminasi berdasarkan warna kulit. Sebelumnya, orang kulit hitam dilarang masuk fasilitas-fasilitas publik yang dikhususkan untuk orang kulit putih.

Namun diskiriminasi tidak hilang. Akibat perbudakan juga tidak hilang. Berdasarkan komposisi rasial, mayoritas orang-orang kulit hitam hidup dalam kemiskinan; secara rata-rata mereka berpendidikan rendah; sebagian besar anak-anak hanya hidup dengan orangtua tunggal (biasanya ibu; dan tanpa bapak). Hampir semua indikator kemiskinan ada pada orang kulit hitam.

40% penghuni penjara di Amerika adalah orang kulit hitam (19% dari penduduk Amerika); dibandingkan 39% orang kulit putih (64% jumlah penduduk) dan 19% Hispanik (19% dari seluruh penduduk). 

Artinya adalah penduduk kulit hitam jauh lebih mudah untuk masuk penjara. Penyebabnya sangat kompleks. Namun ada satu hal yang pasti dan itu adalah rasisme sistematik (systemic racism) di dalam sistem masyarakat dan kenegaraan Amerika.

Orang kulit hitam sangat mudah dikriminalisasi. Bahkan orang kulit hitam yang baik-baik tidak bisa berjalan dengan tenang tanpa ditanyai oleh polisi. Brutalitas polisi terhadap orang-orang kulit hitam terjadi dengan intensitas yang tinggi. Polisi sangat mudah menargetkan orang kulit hitam. Dalam banyak kejadian, polisi dengan sangat mudah membunuh orang kuit hitam.

Kematian George Floyd seminggu yang lalu terjadi dalam konteks ini. Dia meninggal karena kebrutalan polisi setelah polisi penerima pengaduan ada orang membeli rokok dengan uang pecahan $20 palsu. Video George Floyd menghiba untuk bisa bernafas terekam oleh video yang diambil seorang warga. Perekamnya juga sempat memohon kepada polisi itu untuk melepaskan Floyd. Namun tidak dihiraukan.

Selama hampir sembilan menit polisi itu berlutut ditengkuk George Floyd yang mengakibatkan kematiannya. Video George Floyd yang tercekik diinjak oleh polisi itu kemudian tersebar. Protes dan kerusuhan terjadi di hampir semua kota besar Amerika. Protes dengan skala ini tidak pernah terjadi sejak 1968 ketika tokoh perjuangan hak-hak sipil (civil rights movement) Dr. Martin Luther King Jr. ditembak mati.

Mengapa protes ini menjadi sedemikian besar dan merata di seluruh Amerika? Ada beberapa faktor. Yang pertama adalah situasi paska-pandemik. Covid-19 telah membuat sebagian besar kota-kota di Amerika ditutup. Selama dua bulan orang tidak bisa keluar rumah. Udara yang mulai menghangat juga membuat orang gatal untuk keluar. 

Kedua, protes ini diarahkan kepada polisi. Sekaligus, polisi juga yang harus menangani protes-protes ini. Ini seperti menghadapkan dua pihak yang saling bermusuhan. Para pemrotes berhadapan langsung dengan pihak yang diprotes. Tidak terlalu heran bisa eskalasi kekerasan bisa terjadi dengan sangat cepat.

Ketiga, tidak ada kepemimpinan khususnya di tingkat nasional. Presiden Amerika saat ini, Donald J. Trump, adalah bukan tipe pemersatu. Dia naik ke kekuasaan dengan mengeksploitasi ketegangan dan pembelahan rasial. Dan ketika berkuasa, dia tidak menyembunyikan simpatinya kepada gerakan rasis ekstrem kanan.

Hanya sekita dua minggu lalu, Presiden AS menyerukan pendukungnya untuk membebaskan negara-negara bagian yang melakukan lockdown dengan ketat. Dia menyerukan "Liberate Michigan! Liberate Wisconsin! Liberate Minnesotta!"

Di Michigan dan di beberapa tempat lain, para pendukung presiden yang seluruhnya berkulit putih dengan bersenjata senapan serbu lengkap berdemo dan menyerbut gedung DPR.  Tidak bisa dibayangkan jika para pendemo itu berkulit berwarna. Polisi pasti segera menyiapkan pasukan dan tidak mustahil akan terjadi tembak menembak. Namun para milisi kulit putih pendukung presiden itu punya kebebasan untuk memamerkan senjata dan mengintimidasi siapa saja yang bertentangan dengan mereka.

Selama protes dan kerusuhan ini, Trump hanya menulis di Twitter dan tweet-nya hanya berisi hinaan kepada pemerintahan lokal yang dianggapnya tidak terlalu tegas kepada pemrotes dan perusuh. Hari Jumat malam, dia yang ketakutan harus disembunyikan dalam bunker bawah tanah karena pemrotes sangat dekat dengan kediamannya di White House.

Apakah protes dan kerusuhan ini akan mengurangi prospek Trump terpilih kembali pada November nanti? Disinilah sulitnya menebak politik Amerika. Trump sangat ahli mengeksploitasi kebencian rasial. Republican biasanya menang dalam pemilihan dengan menyebarkan ketakutan rasial kepada orang-orang kulit putih, yang menjadi mayoritas pemilih.

Pelajaran apa yang bisa kita petik dari Amerika?

Mungkin banyak dari kita yang tidak sadar bahwa kita juga memiliki problem rasisme.  Kita semua satu bangsa dan kita tidak membedakan suku atau ras dalam negara ini. Begitu kan? Salah.

Foto dibawah ini adalah foto Obby Kogoya, seorang mahasiswa Papua yang hendak masuk ke Asrama Papua Kamasan I di Yogyakarta pada 15 Juli 2016. Ketika itu asrama mahasiswa Papua dikepung oleh gerombolan vigilante, polisi, dan tentara. Mahasiswa didalam tidak bisa keluar. Obby datang membawakan makanan. Namun dia disiksa oleh polisi. Hidungnya dicokok, dan kepalanya diinjak. Untung Obby tidak meninggal.

Obby Kogoya kemudian ditahan. Dia diadili dan dihukum penjara 4 bulan dengan masa percobaan satu tahun. Kesalahannya? Melawan petugas kepolisian. Padahal semua bukti menunjukkan bahwa justru Obby-lah yang menjadi korban penganiayaan dan penghinaan oleh polisi.

Sistem keadilan kita juga mengandung 'systemic racial bias' khususnya terhadap orang-orang Papua. Masalah ini terus menerus kita abaikan dan kita tolak keberadaannya. Demonstrasi besar-besaran anti-rasisme  di Papua dan kota-kota besar Indonesia lainnya justru memenjarakan mereka yang bersuara untuk Papua dan para aktivis Papua.

Pelajaran lain adalah impunitas. Rasisme sistemik melahirkan impunitas -- baik untuk polisi dan militer. Ini adalah kartu mereka untuk bebas melakukan pelanggaran-pelanggaran HAM.

Sementara, disisi yang lain, rasisme sistematik akan melahirkan krisis terus menerus. Pergolakan, pemberontakan, demonstrasi, dan kematian. 

Kita bisa menutup mata terhadap rasisme sistemik ini. Namun kita tidak bisa mengabaikannya sebagai sebuah kenyataan.

Foto: Obby Kogoya, mahasiswa Papua, yang disiksa oleh polisi berpakaian preman di depan Asrama Mahasiswa Kamasan I Yogyakarta pada 15 Juli 2016. Obby mungkin adalah gambaran paling dekat dari George Floyd di Indonesia.



Sumber:https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=10157691428553533&id=784153532

SUARAH HATIKU ATAS KELAKUAN MU PENGUASAA

SUARAH HATIKU ATAS KELAKUAN MU PENGUASAA


Banyak polemik yang sering terjadi akibat kekerasan yang di lakukan penguasa, duduk bareng sambil menikmati cangkiran kopi terasa nikmat akibat sapaan angin sepoi sepoi

Banyak mahasiswa yang selalu berbicara tentang perubahan namun di hadang dengan problema problema dan mekanisme premanisme

Aktifis aktifis yang selalu bersuarah lewat aksi melawan kebijakan yg otoriter, di setiap sisi, mereka selalu di perhadapkan dengan premanisme yang mungkin akan menghilangkan nyawanya...

Namun mereka tidak pernah gentar dengan ancaman yang akan membuat mereka mundur dalam perjuangan,  IDEALISME yang mereka perjuangkan telah menjadi tekad dan prisip untuk mereka suarahkan....

Kini raga seorang aktifis aktifis dulu telah mulai memudar, semangat perjuangan yang dulu yang begitu menggelora mulai terkikis dengan keadaan zaman...

Saat mulai menggangkat sound sist mereka selalu berdoa agar Idealisme yang mereka suarakan dapat di dengarkan dengan telinga terbukan, namun banyak realita membuktikan bahwa penguasa selalu menutup telinganya agar penindasan tetap ada, masyarakat mulai resah akibat ulang birokrasi birokrasi pemerintahan yang selalu mengaminin penidasan di muka bumi ini....
           

          ***Jejak langkah senja***

PERNYATAAN TEGAS TPNPB

              ======================VERSI INDONESIA==========================

Pernyataan yang kuat oleh TPNPB-OPM pada tanggal 9 September 2019 di Behalf Bangsa Papua Barat hari ini 9 September 2019, Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat OPM secara resmi mengeluarkan pernyataan yang ditujukan kepada Pemerintah Indonesia dan untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Pernyataan ini dikeluarkan berdasarkan situasi Krisis Kemanusiaan di Papua, sebagai hasil dari tindakan pada protes Rasisme terhadap orang Papua oleh orang Indonesia yang tidak bertanggung jawab. Dan kami merilis pernyataan ini sehingga dapat diketahui oleh semua pihak di seluruh dunia.
Pernyataan 1. Perlu diketahui oleh semua pihak bahwa masalah Papua Barat adalah masalah hak politik diri diri, yang telah dilanggar atau diabaikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan oleh Pemerintah Amerika Serikat, dan Juga oleh Pemerintah Belanda dan Pemerintah Kolonial Republik Indonesia;
2. Berdasarkan titik satu (1) di atas, kita perlu menyampaikan bahwa Pemerintah Kolonial Republik Indonesia, dan Pemerintah Amerika Serikat, dan Pemerintah Belanda dan Perserikatan Bangsa-Bangsa melanggar hukum. Hak-hak orang Melanesia di Papua Barat melalui Perjanjian New York pada tanggal 15 Agustus 1962, dan juga melalui Invasi Militer Indonesia di Papua pada tanggal 1 Mei 1963, dan apa yang benar-benar dilanggar adalah ketika Pelaksanaan Undang-Undang Pilihan Bebas pada tahun 1969, akan menyebut bahwa "Undang-Undang Pilihan №" yang tidak demokratis dan cacat secara hukum dan juga cacat moral;
3. Oleh karena itu Perserikatan Bangsa-Bangsa segera meninjau implementasi Undang-Undang Pilihan Bebas pada tahun 1969 di Papua Barat, dan segera juga dimediasi Bangsa Papua untuk duduk di meja negosiasi dengan Pemerintah Kolonial Republik Indonesia untuk membahas Hak-hak politik kemerdekaan Papua;
4. Kami TPNPB-OPM Katakanlah bahwa orang-orang Melanesia berjuang di Papua Barat bukan untuk menuntut pembangunan atau kemakmuran oleh Pemerintah Kolonial Republik Indonesia, tetapi untuk sepenuhnya perjuangan hanya untuk menuntut hak kedaulatan penuh atau kemerdekaan penuh untuk Papua orang-orang;
5. Sementara itu, kami menyampaikan kepada orang-orang Indonesia dan juga kepada komunitas internasional bahwa orang-orang Melanesia di Papua Barat memiliki hak untuk bebas bebas dan menjadi berdaulat sebagai negara-negara lain di dunia;
6. Berdasarkan lima poin di atas, kami TPNPB-OPM meminta kepada Pemerintah Kolonial Republik Indonesia untuk menghentikan pengalihan masalah segera dengan berbagai propaganda miskin;
7. Bahwa kami juga menghimbau Pemerintah Kolonial Republik Indonesia untuk segera menghentikan pasukan militer yang berlebihan di Papua, karena ini adalah tindakan teror mental dan psikologis kepada masyarakat sipil pribumi Papua oleh Negara;
8. Pada kesempatan ini, TPNPB-OPM juga mengeluarkan peringatan yang kuat kepada orang-orang Papua pribumi yang menjadi orang Indonesia Militia Pro untuk berhenti segera tindakan anda yang menciptakan konflik horizontal di Papua;
9. TPNPB-OPM juga memberikan peringatan kepada Pemerintah Kolonial Republik Indonesia atau lebih khusus untuk Wiranto yang segera menghentikan provokasi kegiatan milisi pro-NKRI di Papua, yang bertujuan untuk menciptakan konflik horizontal seperti Timor Leste di 1999;
10. TPNPB-OPM juga memberikan peringatan kepada non-Papua yang hidup mencari makanan dan properti di Papua, sehingga mereka segera berhenti menjadi agen militer Indonesia dan polisi. Pada kasus-kasus, tampak sangat jelas bahwa orang-orang non-Papua melakukan serangan terhadap orang-orang Papua pribumi. Ini tidak dapat diterima oleh manusia, karena anda berada di tanah leluhur kami dari orang-orang Melanesia;
11. Kami TPNPB-OPM menghimbau Pemerintah Kolonial Republik Indonesia untuk segera bebas rilis " Surya Anta dan semua aktivis Papua yang telah ditangkap, karena memprotes rasisme.
12. Berdasarkan Point 11 di atas, maka kami TPNPB-OPM juga menghimbau kepada Pemerintah Kolonial Republik Indonesia untuk segera menghentikan penangkapan dan proses hukum dari semua orang Papua pribumi yang telah berpartisipasi dalam Rasisme Diprotes yang menyebabkan kerusuhan , karena itu terjadi karena alasan dan konsekuensi. Ini berarti bahwa massa tidak dapat dikendalikan, karena ini terjadi spontanitas. Dan Indonesia dan dunia harus memahami situasi ini!!!
13. Sehubungan dengan poin 11 dan 12 di atas, kami juga menghimbau Presiden Indonesia dan Polisi Nasional Indonesia untuk segera mencabut status tersangka hoax dugaan kasus terhadap aktivis hak asasi manusia atas nama Veronica Koman. Karena pembaruan yang telah dilakukan oleh Ms Veronica Koman adalah tindakan advokasi terhadap aktivis Papua di Surabaya, dan Veronica telah dilakukan untuk melindungi kemanusiaan;
14. Kami TPNPB-OPM juga menolak hoax stigmatisasi oleh Pemerintah Kolonial Republik Indonesia atas pembaruan berita tentang Papua, karena masalah perjuangan kemerdekaan untuk Papua dan juga masalah kejahatan militer dan polisi Indonesia terhadap kemanusiaan di Indonesia. Papua bukan hoax, tapi adalah fakta berdasarkan bukti yang akurat; 15. Yang melihat situasi konflik berkepanjangan di Papua, maka TPNPB-OPM mendesak kepada PBB untuk segera campur tangan di Humanitarians di Papua untuk menciptakan perdamaian dunia; 16. Pada kesempatan ini, yang-OPM juga menyampaikan kepada semua siswa Papua belajar di luar Papua, yang merasa tidak aman untuk kembali ke negara kelahiran anda dan kami berjuang bersama-sama untuk merebut hak politik kedaulatan kita bangsa Papua;
17. Dalam Pernyataan ini juga, Kami TPNPB-OPM memperpanjang kepada semua orang Papua pribumi yang bekerja dengan Pemerintah Kolonial Republik Indonesia untuk segera bergabung dengan agenda tunggal Strike Sipil Nasional untuk mengusir Kolonialisme;
18. TPNPB-OPM juga menghimbau kepada dunia bahwa pada tahun 1962-2011 dalam manajemen dan struktur kami belum siap, sehingga Pemerintah Kolonial Republik Indonesia selalu menang dalam kegiatan Perang Media dan Perang Fisik;
19. Yang berdasarkan titik 18 di atas, yang-OPM menghimbau kepada dunia bahwa sekarang kita siap untuk melawan tentara budak Indonesia dan merebut kedaulatan Papua;
20. Pada kesempatan ini kita juga perlu menyampaikan kepada dunia yang berdasarkan hasil KTT TPNPB-OPM di Markas Perwomi di Biak, pada bulan Mei 2012, kami telah disiapkan dalam Struktur, Manajemen dan Personil sebagai untai militer dunia;
21. Berdasarkan Point 20 di atas, kami TPNPB-OPM perlu menginformasikan kepada dunia bahwa meskipun Pemerintah Kolonial Republik Indonesia memiliki militer yang terlatih dan lengkap senjata, tapi kami siap untuk berjuang melawan berdasarkan Kebenaran;
22. Kami juga perlu menyampaikan kepada dunia yang berdasarkan hasil kerja tim nasional TPNPB-OPM (RAKERNAS) di Wanum, Papua pada tanggal 1 September 2012, Perang Pembebasan Nasional dengan Revolusi Adu Tindakan berlangsung, dan kemudian akan melanjutkan dengan pengumuman Perang Revolusi Total sesuai dengan target TPNPB-OPM;
23. Berdasarkan poin 1-22 di atas, yang-OPM meminta Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk bersiap-siap untuk Intervensi Kemanusiaan di Papua, karena Perang Terbuka akan segera diumumkan.
24. Sementara hal-hal lain dari TPNPB-OPM akan diumumkan segera pada deklarasi Perang Revolusi Total;


          ===================== IN ENGGLISH VERSION=======================


Strong Statement by TPNPB-OPM on September 9th 2019 on Behalf of the Nation of West Papua today September 9th 2019, the West Papua National Liberation Army of OPM officially issued a Statement addressed to the Government of Indonesia and to the United Nations.
This statement is issued based on the situation of the Humanitarian Crisis in Papua, as a result of the actions on Protest Racism against Papuans by irresponsible Indonesians. And we release this Statement so that it can be known by all parties throughout the world.
Statement 1. Need to know by all parties that the West Papua Problems are the Problems of the Political Rights of Self-Determined, which has been violated or ignored by the United Nations, and by the Government of the United States of America, and also by the Government of Netherlands and the Colonial Government of the Republic of Indonesia;
2. Based on point one (1) above, we need to convey that the Colonial Government of the Republic of Indonesia, and the Government of the United States of America, and the Government of the Netherlands and the United Nations violated the Rights of Melanesian people in West Papua through the New York Agreement on August 15th, 1962, and also through Indonesian Military Invasion in Papua on May 1st, 1963, and what was really violated is when the Implementation of An Act of Free Choice in 1969, will called that “An Act of No Choice” which was not democratic and legally defect and also morally defective;
3. That therefore the United Nations immediately reviewing the Implementation of An Act of Free Choice in 1969 in West Papua, and immediately also mediated the Papuan Nation to sit at the negotiating table with the Colonial Government of the Republic of Indonesia to discuss the political rights of Papuan Independence;
4. We TPNPB-OPM Affirm that the Melanesian People Struggle in West Papua is not to demand of Development or prosperity by the Colonial Government of the Republic of Indonesia, but to fully struggle only to demand full sovereignty rights or Full Independence for the Papua people;
5. Whereas, we convey to the Indonesian people and also to the international community that Melanesian people in West Papua have the right to be full free and be sovereign as other nations in the World;
6. Based on the five points above, we TPNPB-OPM ask to the Colonial Government of the Republic of Indonesia in order to stop the diversion of issues immediately with various poor propaganda;
7. That we also urge the Colonial Government of the Republic of Indonesia to immediately stop excessive military troops in Papua, because this is an act of mental and psychological terror to the civil society of Indigenous Papuans by the State;
8. On this occasion, TPNPB-OPM also issued strong warnings to Indigenous Papuans who’s was became the Indonesian Militias Pro to stop immediately your actions which created horizontal conflicts in Papua;
9. TPNPB-OPM also give a warning to the Colonial Government of the Republic of Indonesia or more specifically to Wiranto that immediately stop the provocation of pro-NKRI militia activities in Papua, which aimed to create horizontal conflicts such as the East Timor in 1999;
10. TPNPB-OPM also gives warnings to non-Papuans who live looking for food and property in Papua, so that they immediately stop being agents of the Indonesian Military and the Police. On the cases, looked very clear that the non-Papuans are carry out attacks against indigenous Papuans. This unacceptable by human beings, because you are in our ancestral land of the Melanesians people;
11. We TPNPB-OPM urge the Colonial Government of the Republic of Indonesia to immediately free release “Surya Anta and all Papuan activists who have been arrested, for protesting of racism.
12. Based on Point 11 above, then we TPNPB-OPM also urge to the Colonial Government of the Republic of Indonesia to immediately stop the Arrest and Legal Process of all Indigenous Papuans who have participated in the Racism Protested which led to riots, because it happened for reasons and consequence. This means that the mass cannot be controlled, because this happens spontaneity. And Indonesia and the world must understand this situations!!!
13. In connection with points 11 and 12 above, we also urge the Indonesian President and the Indonesian National Police to immediately revoke the status of the Hoax suspect Alleged Case against to Human Rights Activist on behalf of Veronica Koman. Because the update that has been carried out by Ms Veronica Koman is an Advocacy act against Papuan Activists in Surabaya, and the Veronica has done to protect humanity;
14. We TPNPB-OPM also reject the HOAX stigmatization by the Colonial Government of the Republic of Indonesia over news updates about Papua, because the issue of the struggle for independence for Papua and also the issues of Indonesian Military and Police Crimes against humanity in Papua is not HOAX, but is a fact based on accurate evidence; 15. That seeing the situation of prolonged conflict in Papua, then TPNPB-OPM urges to the United Nations to immediately intervene on Humanitarians in Papua to create the world peace; 16. On this occasion, the TPNPB-OPM also conveyed to all Papuan students studying outside Papua, who felt unsafe to return to your country of birth and we fought together to seize the Political Rights of Our Sovereignty of the Papuan Nation;
17. In this Statement also, We TPNPB-OPM extend to all Indigenous Papuans who work with the Colonial Government of the Republic of Indonesia to immediately join the National Civil Strike Single agenda to expel Colonialism;
18. TPNPB-OPM also urge to the world that in 1962-2011 in management and structure we were not ready, so that the Colonial Government of the Republic of Indonesia always won in the activities of the Media War and Physical War;
19. That based on point 18 above, the TPNPB-OPM urge to the world that Now we are ready to fight against Indonesian Slave soldiers and seize the Papuan sovereignty;
20. On this occasion we also need to convey to the world that based on the results of the TPNPB-OPM Summit at Perwomi Headquarters in Biak, in May 2012, we have been prepared in the Structure, Management and Personnel as the world military strand;
21. Based on Point 20 above, we TPNPB-OPM need to inform the world that even though the Colonial Government of the Republic of Indonesia has a well-trained military and complete weapons, but we are ready to fight against based on the truth;
22. We also need to convey to the world that based on the results of the TPNPB-OPM National Team Works (RAKERNAS) in Wanum, Papua on September 1st, 2012, the National Liberation War with the Staged Revolutionary actions is taking place, and will then proceed with the announcement of the TOTAL Revolutionary War in accordance with the TPNPB-OPM target;
23. Based on points 1-22 above, the TPNPB-OPM asks to the United Nations to get ready for Humanitarian Intervention in Papua, because the Open War will soon be announced.
24. Whereas other matters of the TPNPB-OPM will be announced immediately at the declaration of the TOTAL Revolutionary War;


SUMBER:https://www.facebook.com/daniel.praiwellip.7/videos/119826926060412/